Aliansi Petani Indonesia Beri Pelatihan Literasi Keuangan bagi Petani Kopi Kabupaten Malang – Aliansi Petani Indonesia

    Rabu, 6 Desember 2023. Aliansi Petani Indonesia (API) bersama Asosiasi Petani Sridonoretno dan Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama melaksanakan Pelatihan Literasi Keuangan Pedesaan yang bertempat di Halaman Kantor Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama Dsn. Purwosari, Ds. Srimulyo (Dampit, Kab. Malang). Pelatihan ini bertujuan untuk (1) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan rumah tangga petani dalam urusan pengelolaan keuangan, harta kekayaan, dan pendapatan-pengeluaran rumah tangga petani di basis anggota Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama; (2) Meningkatkan pemahaman tentang praktik menabung dan pelayanan serta produk-produk jasa keuangan yang ada. Kegiatan ini diselenggarakan selama dua hari (5 – 6 Desember 2023) dengan dihadiri oleh 30 an perwakilan petani anggota Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama dari tiga desa (Ds. Sukodono, Ds. Srimulyo, Ds. Baturetno) serta dengan upaya mengundang narasumber dari CU Sawiran dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang.

    Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama merupakan lembaga yang dibentuk oleh Asosiasi Petani Sridonoretno yang keanggotaannya berbasis rumah tangga petani di 3 Desa seperti Desa Srimulyo, Desa Baturetno, dan Desa Baturetno (Kec. Dampit). Dua organisasi tersebut merupakan anggota dari Aliansi Petani Indonesia (API). Pembentukan koperasi ini diawali dengan pra koperasi pada tahun 2016 dan kemudian terbentuk sebagai koperasi pada tahun 2017. Pembentukan Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama ini ditujukan sebagai wadah untuk pemasaran bersama hasil-hasil komoditas dari petani setempat berupa komoditas kopi. Sebagaimana wadah untuk pemasaran bersama, upaya yang telah dilakukan oleh Koperasi Sridonoretno seperti menaikkan nilai tambah kopi dengan standar-standar pengelelolaan pasca panen yang ideal. Seiring berjalannya waktu, Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama meningkatkan misi keorganisasian dan pelayanannya kepada anggota, salah satunya berupa pengembangan kapasitas pengetahuan anggota untuk menaikkan nilai kesejahteraan rumah tangga petani.

    Dalam pembukaannya, Bapak Heryanto (Ketua Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama) menyampaikan, bahwa sudah lima tahun Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama berproses dengan target di lima tahun pertama ini adalah menguatkan pondasi kelembagaan atau keorganisasian dari Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama. Sehingga, tahap atau proses berikutnya bagaimana koperasi menambah dan menyediakan pelayanan-pelayanan terhadap anggotanya. Mengingat, dalam hal ini, pemasaran bersama yang menjadi pelayanan inti dari koperasi sudah berlangsung sejak awal.

    Sementara Ibu Chatarina (Pengawas Koperasi SDR MB) menekankan, bahwa setelah ini Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama akan melangsungkan kewajiban Rapat Amggota Tahunan (RAT) sebagai Koperasi. Dalam hal ini, meski pengelolaan kelembagaan koperasi selama ini secara keseluruhan di jalankan oleh petani, setidaknya kewajiban-kewajiban kelembagaan secara administrasi juga harus kita penuhi. Dilanjutkan oleh Bapak Sukrianto (Ketua Asosiasi Petani Sridonoretno), bahwa keberlangsungan koperasi sridonoretno makmur bersama sebagai kapal dagang dari asosiasi petani sridonoretno tentu diharapkan menjadi wadah yang optimal untuk mengupayakan kenaikan tingkat pendapatan dan kesejahteraan bagi rumah tangga petani anggota dengan usaha bersama yang dikelola.

    Terakhir disampaikan oleh Izzudin dari perwakilan Aliansi Pertani Indonesia, bahwa kegiatan ini merupakan program Aliansi Petani Indonesia bersama dengan Asian Farmers Association (AFA), Asiadhrra, APFP-FO4A dan IFAD untuk meningkatkan kapasitas petani anggota Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama dalam hal literasi keuangan. Secara keseluruhan, program tersebut bertujuan untuk mendorong peningkatan kapasitas produktivitas usaha dari Koperasi Sridonoretno Makmur Bersama. Jadi, pada kesempatan kali ini, kegiatan Pelatihan Literasi Keuangan ini menyasar rumah tangga petani untuk meningkatkan literasi keuangan di tingkat kelompok-kelompok anggota. Selain itu, pemahaman Literasi Keuangan merupakan suatu hal yang pada saat ini dirasa perlu untuk di masifkan.

    Secara penuh, CU Sawiran turut berpartisipasi dalam kegiatan ini sebagai Narasumber dan fasilitator untuk berbagi pengalaman dan praktik-praktik pengelolaan keuangan, utamanya khusus pada rumah tangga pertanian. Keterlibatan CU Sawiran ini menjadi dorongan dan motivasi tersendiri, mengingat kedua lembaga atau organisasi ini memiliki latar belakang sama yang lahir dari komunitas petani dan peternak di pedesaan. Materi-materi yang disampaikan meliputi Ekonomi Rumah Tangga Petani, Pengelolaan Keuangan untuk Rumah Tangga dan Usaha Pertanian, Manajemen Tabungan, Jasa-jasa dan produk fasilitas lembaga keuangan, dan Keamanan Keuangan bagi Rumah Tangga. Sayangnya, pada Literasi Keuangan Pedesaan kali ini OJK Malang belum dapat hadir untuk berpartsipiasi.

    Read More »

    SIMAKRAMA SEKAHA TANI Jembrana – Aliansi Petani Indonesia

    Consolidation Farmers Jembrana to Build Marketing In Order To Boost Cocoa Value Chain in Jembrana

    The event was held at the Village Hall Tukadaya, on 19 – 20 May 2012 aimed at, first, the increasing role of Sekaha Tani Jembrana (STJ) as a platform for farmer groups and farmers in Jembrana District in connection with the production, marketing of agricultural products and partnerships; second, to identify issues of cocoa, from the cultivation, processing, and marketing. Third, look for the problem-solving solutions. And lastly, the strategy to realize the partnership between farmers, government and employers cocoa.

    The event began with a welcome from the chairman of the committee, I Gusti Made Chakra. In his explanation, I Gusti said that the price of cocoa at the farm level is still low. Further, I Gusti said that STJ aims to bridge the cocoa farmers with employers through “Simakrama”.

    Further explanation is given by the Chairman of the Board of Farmers API, Mudzakir. Mr. Mudakir describes the potential of cocoa in Jembrana. Cocoa land area of ??350 hectares, the production capacity per acre in 2008, 1.5 tons. Cocoa could be a superior product with an income per week up to 1.5 million rupiah. But now production fell below 1 tonne, even going land conversion.

    To promote the spirit of cocoa farmers, Mudzakir describing the opportunities that exist in the magnitude of Jembrana budget of Rp. 600 billion. In the meantime, the Business of Cocoa current one is willing to facilitate the marketing of cocoa, so there will be opportunities to increase production

    How to build together cocoa production in Jembrana? Council of the stakeholders that play a role in promoting the achievement of cocoa farmers. Why Jembrana cocoa in decline, but Jembrana is one pilot project of cocoa. Build from the upstream to downstream, including inviting entrepreneurs to establish partnerships that cocoa farmers increase production again.

    In his speech, members of Parliament  of Jembrana, from Commission B, stated very serious attention to the problems of agriculture, because the PAD contribute to Jembrana. If you can build a chocolate factory, it will be profitable (PAD) for the region and farmers. But it was not easy. Hopefully keep API assist farmers. Also expected to empower Subak Abian without having to form a new group.

    Hopefully there is input to the board to be delivered in the council meeting. As a tourism, Jembrana potential to develop cocoa and other types. During these needs supplied from Java. Hopefully agriculture can contribute more in Jembrana district.

    Head of Department of Agriculture speech about Implementation of community economy; agriculture in the broad sense – the increased purchasing power of farmers. Lately there is a problem; production and marketing so as to make the spirit of farmers decreased.

    The government appreciates STJ and API initiatives to address issues of cocoa farmers in the district Jembrana cocoa plant that spirit again. Opportunities exist, just need to standardize quality as requested by the employer.

    In the event the principal, head of the Department of Agriculture and Plantation of Jembrana District, Mr. Ketut Wiratma, which presented the theme Instruments and Policy Development of Government Services in Cocoa Production (Production, PHT, Handling Post-Production) in Jembrana District, states that there are 3 (three) areas handled, one of them is plantation.

    On the farm there is a term flagship commodities, one of which is cocoa; farm there in terms of strategic commodities. There are 150 Subak Abian in Jembrana. Potential Plantation 26 (cloves, coconut, cocoa, vanilla, cotton). In the forestry there is term people forestry, which in practice is not in accordance with the department of agriculture and plantation program.

    Conditions cocoa initially quite good, the weekly income is enough to send children to school and buy a motorcycle. But since 2008, a decline in production due to pest and disease that begins land-uses. Currently there is a national movement to improve the quality and production of cocoa.

    Until now be done with a simple cocoa production, farmers harvest, then sell it in a simple process. Even worse, there are selling Cocoa when not harvesting (bonded) so that farmers do not have a high selling price. Bonded systems occur because farmers trapped in demand, so selling in a weak position.

    To overcome this, the Government took the initiative to help the region, one that is done is a certification program, facilitated by the K5Jari that help improve cultivation, connect with employers, and helps certification. Certificate was out but the product does not exist. In the 2012 budget allocated 50 million per year for the treatment of pests and diseases and 94 million dollars for intensification. While there is a national movement of state budget amounted to 900 million dollars.

    Mr Kiki from Bumi Tangerang Cocoa Singaraja Tbk describes the processing of cocoa beans into butter and others. Production in the first year to reach 100 thousand tons. Indonesia is the third largest producer in the world, but the quality is below standard.

    Therefore, Bumi Tbk invites fermenting cocoa farmers. Until now there has been cooperation with farmer groups in Tabanan. In Jembrana, have worked with “Subak Karya Darma Bakti “. Other forms of cooperation are fostering Subak, bringing a team from Sulawesi that quality rises (according SNI). \

    Besides setting up facilities for making cocoa from farmers. Difference in raw cocoa with cocoa fermentation reach 2000 per kg. cocoa from Jembrana be up to 350 thousand tons.

    While Muhammad Nur Uddin explained the importance of farmers’ organizations to consolidate so that farmers have high bargaining power. API has consistently tried to help the development of the organization; aquaculture production and working with a third party. In addition, organizations are advised farmers to form a “Koperasi” so that the chain could be more organized. It is important to maintain price stability.

    Furthermore, after the completion of the discussion, on the second day has been formulated steps forward to improve the ability of farmers.

    Solutionkey activity
    Institutional;1. Sharing with other groups, PPL, business, agriculture office, members of the Council (Commission B)

    2. There needs to be an association of farmers

    1. Conduct regular meetings with members of the STJ

    2. Make the annual work program; replanting, land mapping, training organization

    3. Establish partnerships; farmers, government and business (in 2012); meetings, visits to the earth pt tangerang

    4. Identify actors / actors; members of the group, the group, STJ, API, government (agencies, extension workers), employers, competitors, middlemen

    5. Target to build sustainable relationships between actors / actor among supporters

    6. Contact person board of each group, email,

    7. Creating an information center for farmers

     

    1. Regular meetings with members of the STJ2. Make the annual work program; replanting, land mapping, training organization

    3. Establish partnerships; farmers, government and business (in 2012); meetings, visits to the Bumi Tangerang Tbk.

    4. Identify actors / actors; members of the group, the group, STJ, API, government (agencies, extension workers), employers, competitors, middlemen

    5. Target to build sustainable relationships between actors / actor among supporters

    6. Contact person board of each group, email,

    7. Creating an information center for farmers

    Production;1. Seeding with local seeds (bud grafting)

    2. Rehabilitation plant

    3. Intensification

    4. Infrastructure procurement

    5. Procurement of spray equipment, fertilizer, drugs

    6. The use of agricultural technologies

    7. consultation with farmers and institutions

    8. Training and development of the department of agriculture

    9. Conducting comparative studies

    10. Commitment with members of the group in terms of the use of cash

    11. The existence of credit to farmers (flower light / soft)

    1. Maximum yield and market quality standards (from 3 kw in 2012 to 8 kw in 2013)

    2. Cultivation implement correctly, include: land clearing of weeds that interfere, trimming, fertilizing with organic fertilizers, spraying regularly with biourine

    3. Rehabilitation plant

    4. Improving farmers’ knowledge about the culture – education of farmers (target th 2012) and a comparative study – the target year 2012

    5. Procurement of production facilities

     

    Marketing;1. Forming a joint marketing by establishing “cooperative” in each village, formed by Subak abian UUP / farmer groups

    2. Need to strengthen the group’s capital

    3. Need to approach middlemen; Tengkulak should go to the group, the group asked for a fee

    4. commitment made tender.

    5. Farmers need to be trained

    6. Need to partner with the buyer; deal of quality, as well as a commitment must be made

     

    1. Formatting cocoa cooperatives as a means of marketing the farmer

    2. ICS Learning – quality control in order to control the grain quality standards; moisture, mildew, dirt, seed weight

    3. Increasing the role of women, in marketing

    4. Education of farmer groups; Training collective marketing, post-harvest processing (preferably women).

     

    Partnership;1. Establish partnerships with buyers who want to do the training and guidance to farmers, certification and get the price certainty of the buyer.

    2. Comparative studies

    1. Assistance by the buyer;

    2. Training; ICS, post-production processing and pest control;

    3. Cooperation agreement with the government, private sector and research

    4. Comparative studies

    1. Assistance by the buyer;

    2. Training; ICS, post-production processing and pest control;

    3. Cooperation agreement with the government, private sector and research

    4. comparative studies

    Read More »

    Bukan soal Terpenuhinya Pangan, tapi soal bagaimana Petani berdaulat. – Aliansi Petani Indonesia

    Kritik yang dilontarkan OECD atau Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi yang menilai kebijakan ketahanan pangan Indonesia salah arah dan menyebabkan jumlah penduduk yang kekurangan gizi masih cukup besar tidak bisa dijadikan tolak ukur bahwa produksi beras harus diturunkan.

    Selain itu, OECD juga menganjurkan kepada pemerintah untuk diversifikasi pertanian dari beras ke sayuran, menghilangkan target swasembada beras, penghapusan subsidi pupuk, dan menghilangkan proteksi import produk pertanian.

    Dari sekian banyak saran tersebut, terlihat jelas bahwa OECD mengusung kepentingan pertanian Negara-negara maju agar dapat bersaing di pasar Dalam Negeri. Hal ini terlihat dari saran OECD agar pemerintah menghilangkan proteksi import. Padahal kita tahu bahwa dengan kondisi akses ekonomi yang lemah, petani kita saat ini menderita oleh membanjirnya import produk pertanian. Salah satu dampak yang bisa dilihat dengan jelas adalah menghilangnya produksi apel malang akibat limpahan import apel.
    Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah saat ini adalah memperkuat instrument pendukung dan kebijakan proteksi yang lebih jelas; meningkatkan efesiensi pelayanan dan menyederhanakan system birokrasi. Salah satu soal yang menyebabkan tingginya harga produk pertanian Dalam Negeri adalah transportasi yang mahal dan biaya suap yang tinggi.
    Karena itu, lemahnya pasar Dalam Negeri tidaklah disebabkan oleh rendahnya produksi pertanian, tetapi sangat didorong oleh factor eksternal petani yang sampai saat ini tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah. Dus, alasan bahwa pembebasan import akan meningkatkan daya saing produk pertanian Dalam Negeri menjadi sebuah pernyataan yang menyesatkan.

    Read More »

    UU (Bisnis) Pangan – Aliansi Petani Indonesia

    UU Pangan telah disahkan oleh DPR RI dalam Sidang Paripurna tanggal 15 Oktober 2012, pengesahan UU tersebut mendapat kritikan dari berbagai organisasi sipil nasional yang menyatakan bahwa UU tersebut tidak lebih dari sekedar pemenuhan bisnis pangan.

    Hal itu terlihat dari berbagai pasal dalam UU tersebut yang lebih banyak berbicara tentang prosedur penyediaan pangan. Hal yang mendasar dalam penyediaan pangan, seperti masalah akses untuk petani dan reforma agraria sama sekali tidak disentuh. Alasan DPR RI bahwa urusan tanah dan petani diatur dalam UU lain semakin menegaskan bahwa UU pangan ini hanyalah rekayasa untuk menyediakan pangan tanpa melihat asal-usul pangan tersebut.
    Hal ini terlihat dalam pasal 17 UU tersebut yang menyamakan antara petani nelayan dan pedagang pangan. Seperti kita tahu, petani dan nelayan memiliki basis produksi yang berbeda dengan pedagang, karena itu, menyamakan pedagang dengan petani akan semakin menyebabkan petani terpuruk.

    Bicara soal Pangan tidak melulu soal tersedianya Pangan murah untuk rakyat. Lebih jauh lagi, urusan pangan berkaitan dengan bagaimana “cara” pemerintah menyediakan pangan. Selama ini pemerintah memenuhi ketersediaan pangan dengan menggenjot produksi dalam negeri dan melalui import. Celakanya pemenuhan produksi dalam negeri dilaksanakan dengan setengah hati sehingga pemerintah selalu mengimport pangan.

    Salah satu persoalan dalam pangan adalah masalah tanah. Jika kita perhatikan, luas wilayah pangan di sentra pangan saat ini terus berkurang, Karawang menjadi sentra industri, Cirebon semakin tergerus sehingga kita tidak memiliki lahan andalan. Akibatnya, banyak petani yang beralih profesi menjadi buruh kasar di perkotaan sehingga menambah beban kebutuhan pangan.

    Sudah saatnya pemerintah merubah paradigma kebijakan pangan melalui pelaksanaan reforma agraria, di mana tanah-tanah diredistribusi dan petani dibantu seluas mungkin untuk memperoduksi pangan.

    Read More »

    Upaya Meningkatkan Harga Jual – Aliansi Petani Indonesia

    Mulai tahun 2012, ekspor biji kakao wajib terfermentasi. Kebijakan ini sedang dirancang di Kementerian Pertanian dalam bentuk peraturan menteri pertanian. Tujuan dari aturan ini dikeluarkan untuk menumbuhkan industri pengolahan biji kakao dan industri makanan dalam negeri serta memberikan nilai tambah bagi petani kakao.

    Dengan difermentasi, petani kakao akan mendapatkan harga jual kakao lebih bagus. Harga kakao fermentasi per kilogram Rp 20.000, lebih tinggi dibandingkan dengan harga kakao yang tidak difermentasi yang hanya Rp 16.0000 per kilogram. Ekspor biji kakao nonfermentasi bahkan dikenai potongan. Di Amerika Serikat ada potongan harga otomatis.

    Dengan kewajiban fermentasi, industri hilir akan berkembang. Saat ini saja, dengan penerapan kebijakan bea keluar biji kakao, pabrik pengolahan kakao berkembang dari 4 menjadi 10. Industri pengolahan biji kakao bermunculan di Batam, juga di Surabaya. Bahkan, pabrik pengolahan kakao di Malaysia dan Singapura sudah direlokasi ke Indonesia.

    Berkembangnya industri hilir akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan daya beli, dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Rencana kebijakan wajib fermentasi biji kakao ekspor ini seiring dengan keinginan pemerintah mengembangkan industri hilir.

    Selama ini, industri pengolahan kakao/cokelat ada di negara-negara maju. Setelah menjadi produk cokelat, diekspor ke Indonesia dengan harga mahal. Dengan membangun industri hilir, akan lebih banyak keuntungan yang didapat.

    Sebagai contoh, Swiss merupakan negara produsen cokelat dunia, tetapi mereka sama sekali tidak punya kebun kakao. Kakao diimpor dari negara lain, termasuk Indonesia, dengan harga murah. Setelah diolah menjadi cokelat dalam berbagai bentuk, dijual dengan harga tinggi.

    Selama ini kebutuhan kakao fermentasi untuk industri pengolahan kakao dalam negeri masih kurang 30.000 ton, yang harus dipenuhi dari impor. Jumlah itu bahkan tidak cukup sehingga industri makanan masih harus menambah impor bubuk cokelat 10.000 ton per tahun. Dengan adanya kebijakan baru ini, industri pengolahan biji kakao dan pangan tidak perlu lagi impor. Semua kebutuhan kakao bisa dipenuhi dari dalam negeri.

    Di dunia hanya biji kakao Indonesia yang tidak difermentasi. Biji kakao Ghana dan Pantai Gading sudah difermentasi sehingga mendapat harga premium.

    Sumber:  Kompas

     

    Read More »

    Aliansi Petani Indonesia Gelar Semiloka Sambut Hari Pangan Dunia – Aliansi Petani Indonesia

    LENSAINDONESIA.COM: Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia (12/10/12), Aliansi Petani Indonesia (API) DPD Jawa Tengah dan Trukajaya Salatiga menggelar semiloka dengan tajuk “Daulat Petani Atas Alat Produksi Langkah Awal Perwujudan Kedaulatan Pangan”, Senin (29/10/12).

    Acara yang dilaksanakan di ruang sidang II Pemkot Salatiga ini dihadiri oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah, Rustriningsih, Khamdan Ambari (Badan Pertahanan Nasional Jateng), Ita Sulistiawaty dekan Fakultas Teknik Pertania Unika Semarang, Muhammad Fadil (Seknas API), Abdul Rokhim Mandanganu (Pegiat Tani Jawa Tengah).

    Dalam materi yang disampaikan, Rustri mengatakan pemerintah Jawa Tengah juga berupaya untuk menanggulangi krisis pangan dengan program Diversifikasi pangan yang sekarang sedang galak dilakukan pemerintah Jateng.

    “Sekarang pemerintah sedang gencar membangun kesadaran kearifan pangan lokal dan menjadikannya produk yang berkualitas, sehingga mampu memberikan kontribusi bagi terciptanya kedaulatan pangan kita,” paparnya.

    Ketua panitia, Syukur Fahrudin (Shondhey) API Jateng, mengatakan sudah saatnya pemerintah bergabung dengan ormas-ormas tani dan masyarakat guna mempersiapkan diri untuk menghadapi krisis pangan dan mewujudkan kedaulatan pangan bagi daerah-daerah yang berpotensi.

    Lebih lanjut Shondhey juga mengharapkan agar alat produksi yang menjadi kunci vital bagi petani berupa tanah garapan lebih diperhatikan pemerintah. “Sudah saatnya pemerintah bekerjasama dengan ormas-ormas tani dan juga masyarakat sipil, dalam rangka menghadapi krisis pangan yang melanda dan dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan,” tandasnya. @Sigit

    Source: http://www.lensaindonesia.com/2012/10/29/aliansi-petani-indonesia-gelar-semiloka-sambut-hari-pangan-dunia.html

    Read More »

    Ancaman Rawan Pangan dan Kebijakan APEC – Aliansi Petani Indonesia

    Apa yang dihasilkan dari KTT APEC di Vladivostok, Rusia bukanlah merupakan barang baru. Kekhawatiran bahwa ancaman rawan pangan melalui mekanisme liberalisasi perdagangan dan menciptakan alur lalu lintas yang baik lebih didorong oleh melemahnya kekuatan ekonomi Amerika dan Eropa, yang akan meningkatkan resiko destabilisasi ekonomi dunia.

    Liberalisasi tetap diangkat sebagai isu utama mengingat terjadi kecenderungan proteksi dalam negeri yang berlebihan. Dalam situasi ekonomi yang sulit, salah satu pilihan rasional adalah melakukan proteksi atas produk dalam negeri dan memberikan subsidi agar mampu bersaing dan memperketat arus import.

    Kenyataannya, Indonesia justru semakin meliberasi sector-sektor ekonominya, tercatat Indonesia menyetujui 54 kebijakan yang memungkinkan arus barang dan jasa dari luar semakin murah.

    Gagalnya Yunani membangun kesepakatan dengan IMF dan Bank Eropa menambah runyam situasi ekonomi dunia, dalam situasi ini, asia menjadi andalan dunia untuk menopang struktur baru ekonomi dunia.

    Persoalan yang dihadapi internasional saat ini tidak hanya sekedar krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika. Peperangan di Timur tengah, Bencana Alam yang terus menghancurkan ladang-ladang pertanian dan kelaparan di Afrika.

    Ancaman tersebut akan menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan dunia. Masalahnya, Indonesia terjebak dalam situasi politik yang ambigu dan chaos. Kebijakan-kebijakan sector pertanian dan pertambangan sangat liberal dan sangat merusak daya saing petani. Padahal, hasil KTT APEC tersebut telah memberikan ruang yang sangat luas apabila kekuatan ekonomi dalam negeri bisa diperkuat.

    Selama ini Indonesia masih terjebak dalam poros Global Supply Chain dan kemudian melakukan eksplorasi berlebihan terhadap sumber daya alamnya, padahal beberapa produk pertanian kita memiliki kualitas dan kuantitas yang mampu memimpin perdagangan dunia.

    Di sector pertanian, pemerintah tetap saja melakukan kebijakan import. Import terbaru adalah kebijakan untuk mengimpor gula mentah sebanyak 240 ribu ton, yang memicu melemahnya pembelian gula dalam negeri.

    Import bahan pangan tersebut sangat tidak masuk akal, selain kemungkinan melonjaknya harga yang akan menggerus devisa, ketergantungan terhadap import akan menyebabkan Indonesia terjebak dalam situasi kerawanan pangan internasional.

    Karena itu sudah saatnya pemerintah merubah cara pandang penyediaan pangan. Pelaksanaan reforma agrarian menjadi solusi yang sangat pantas dijalankan. Melalui redistribusi lahan, agar terjadi penyerapan tenaga kerja sekaligus memastikan produksi pertanian indonesia terjaga.

    Read More »

    PENYELESAIAN KONFLIK AGRARIA SEBAGAI KOREKSI TERHADAP KEBIJAKAN AGRARIA YANG TIDAK BERPIHAK KEPADA RAKYAT – Aliansi Petani Indonesia

    zaenal muttaqin

    Sengketa pertanahan terjadi karena tumpang tindihnya regulasi pertanahan di Indonesia, tercatat setidaknya 12 UU yang mengatur penguasaan, pengelolaan, pembagian fungsi lahan dan tata cara penggunaan tanah. Keduabelas UU tersebut memiliki kedudukan hokum yang sama dalam hirarki hokum dan politik di indonesia sehingga satu sama lain tidak bisa “mengalah” yang menyebabkan terjadinya benturan dalam pelaksanaan UU.

    Salah satu contoh kongkrit, UU PA mengamanatkan ditegakkannya reforma agraria di seluruh wilayah Indonesia dengan mempertimbangkan dan bersumber pada Hukum Adat dan Hukum Negara. Dengan bersandar pada dua sumber hukum tersebut, diharapkan keadilan untuk masyarakat dapat tercapai, tetapi UU Kehutanan menyatakan dengan jelas bahwa hampir 70% wilayah Indonesia adalah wilayah kehutanan yang harus tunduk pada UU Kehutanan sehingga perintah UUPA tidak bisa berlaku, hal ini menyebabakan kontradiksi hukum. Begitu juga halnya dengan UUTR, UU Pertambangan, UU Perkebunan, UU Pertanian, UU PM, dan UU lainnya yang menyebabkan penegakkan aturan pertanahan menjadi sulit untuk dilaksanakan.

    Karena itu, perlu ada koreksi dan evaluasi menyeluruh dalam hal regulasi pertanahan. Evaluasi ini harus dilandaskan pada semangat untuk memperbaiki bangsa, dengan landasan ini diharapkan seluruh pihak yang berkepentingan bersedia untuk duduk bersama dan melakukan kajian mendalam tentang pentingnya terdapat satu rumusan pokok mengenai pengaturan pertanahan di indonesia.

    Sebagai UU pertama tentang pertanahan, tentu saja UUPA memiliki kekuatan politik yang besar karena semangat kerakyatannya. Semangat untuk memberikan keadilan kepada petani tak bertanah agar mampu memiliki asset produksi sehingga problem kemiskinan dan pengangguran yang pada ujungnya meningkatkan pendapatan rakyat dapat tercapai.

    KETIMPANGAN PENGUASAAN TANAH

    Sekitar 35,1 juta hektar kawasan hutan telah dikuasai oleh perusahan pemegang HPH,  17,38 juta Ha IUPHHK?HA  telah diberikan kepada  248 perusahaan, 15 juta hektar untuk Hak Guna Usaha, 8,8 juta hektar untuk Hutan Tanaman Industeri, 35 % daratan Indonesia di kuasai oleh 1.194 pemegang kuasa pertambangan, 341 Kontrak Karya Pertambangan dan 257 Kontrak Pertambangan Batubara (PKP2B). Di Jawa saja, Perhutani menguasai 1,78 juta ha

    Sampai dengan tahun 2006 pemerintah dalam hal ini ESDM telah “berhasil” memberikan izin sebanyak 1.830?an izin pertambangan yang terdiri dari kontrak karya (KK), Kontrak Karya Batu Bara (KKBB) , Kuasa Pertambangan (KP) dan PKP2B dengan total luas konsesi 28,27 juta Ha. Jumlah tersebut belum termasuk perijinan untuk kategori bahan galian C yang perizinannya dikeluarkan oleh pemerintah daerah berupa SIPD.

    Menurut data BPN (2007), hampir 70 % aset nasional Indonesia dikuasai oleh 0,02 % penduduk, dan lebih dari 50% dari aset itu adalah tanah pertanian (beserta kandungannya).

    Dari total 28 juta rumah tangga petani (RTP) yang ada di Indonesia, terdapat  6,1 juta RTP di Pulau Jawa yang tidak memiliki lahan sa­ma sekali dan 5 juta RTP tak ber­­tanah di luar Jawa. Sedang­kan bagi mereka yang memilikinya, rata-rata pemilikan lahannya hanya 0,36 hektare. Jadi, dengan kata lain, saat ini terdapat sekitar 32 juta jiwa petani Indonesia adalah buruh tani, dan 90 juta jiwa adalah petani subsisten (Bonnie Setia­wan: 2009).

    Terjadi penyempitan luas lahan sawah untuk pertanian (berkurang 808.756 ha dalam 6 tahun terakhir sejak 1998?2004, dan musnahnya 75% lebih varietas padi lokal dari sebelumnya yang berjumlah 12.000an). BPS mencatat bahwa dalam 10 tahun terkahir (1993-2003) jumlah kaum petani gurem semakin meningkat dari 10, 8 juta menjadi 13, 7 juta orang.

    Saat ini jumlah rumah tangga petani (RMT) di Indonesia adalah 28 juta atau 112 juta jiwa. Jumlah petani di Jawa adalah 12,5 juta RMT atau sekitar 50 juta jiwa. Dari jumlah itu, 49%nya tidak memiliki lahan sama sekali. Sementara di luar Jawa, ada sekitar 18% atau 8 juta jiwa petani yang tidak memiliki lahan. Sedangkan bagi yang memiliki, rata-rata pemilikan lahannya hanya 0,36 hektar.

    DAMPAK: SENGKETA LAHAN DAN PELANGGARAN HAM

    Kasus Mesuji yang meledak pada tahun 2011 hanyalah salah satu gambaran dari eskalasi konflik yang semakin meningkat setiap tahunnya. Peningkatan konflik terjadi karena penanaman modal dalam sector agrarian terus meningkat. Selama tahun 2004-2011, sebanyak 189 petani telah menjadi korban, dan dalam catatan KPA pada tahun 2011, 22 petani meninggal karena tindak kekerasan aparat kepolisian.

    Hingga tahun 2007 telah terjadi tidak kurang dari 7.941 kasus sengketa tanah yang dikategorikan sebagai sengketa tanah struktural. Dari keseluruhan sengketa tersebut: 19.6% terjadi akibat diterbitkannya perpanjangan HGU atau diterbitkannya HGU baru untuk usaha perkebunan besar. 13.9% dari jumlah kasus merupakan sengketa akibat pengembangan sarana umum dan fasilitas perkotaan, 13.2% akibat pengembangan perumahan dan kota baru, 8.0% merupakan sengketa tanah di dalam kawasan yang ditetapkan sebagai hutan produksi. 6.6% merupakan sengketa akibat pengembangan pabrik-pabrik dan kawasan industri, 4.4% sengketa akibat pembangunan bendungan (large dams) dan sarana pengairan, 4.2% adalah sengketa yang terjadi akibat pembangunan sarana pariwisata, hotel-hotel dan resort, termasuk pembuatan lapangan-lapangan golf. Keseluruhan konflik tersebut menjadikan tidak kurang dari 1.090.868 rumah tangga menjadi korban langsung. Konflik meliputi tidak kurang dari 10.5 juta hektar lahan yang disengketakan.

    Read More »

    KRISIS EKONOMI DAN REFORMA AGRARIA – Aliansi Petani Indonesia

    Pemerintah telah merilis sejumlah strategi penangkal krisis Eropa dan Amerika yang diyakini akan segera mendatangi Indonesia, strategi dimaksud terdiri lima strategi utama: Menstabilkan Pasar SUN; Pasar Modal; Sektor Riil; Sektor Keuangan; dan Menstabilkan Rupiah. Seharusnya pelaksanaan reforma agrarian menjadi salah satu strategi untuk menangkal krisis yang sedang berlangsung.

    Rencana pengesahan RPP reforma agrarian bisa menjadi angin  segar. Sebagai contoh, dalam strategi sektor riil, salah satu yang akan dilakukan pemerintah adalah penguatan pasar domestik. Penguatan pasar domestic hanya bisa terjadi melalui peningkatan pendapatan. Pasar domestik berarti mengandalkan daya beli 230 juta penduduk Indonesia. seperti kita tahu, dari 230 juta tersebut, mayoritas rakyat berada dalam level menengah ke bawah, hanya sekitar 9% rakyat yang bisa disebut kategori kaya.

    Penguatan daya beli tidak bisa dilakukan melalui penguatan pada sektor penjualan, karena persoalannya adalah pendapatan rakyat yang tidak bisa didongkrak begitu saja. Salah satu contoh, ada sekitar 40 juta petani yang saat ini tidak bisa meningkatkan daya belinya karena tidak memiliki tanah. Hal yang mungkin dilakukan dalam konteks penguatan pasar domestik untuk petani adalah menjalankan reforma agraria sehingga ada peluang peningkatan pendapatan yang dengan sendirinya akan meningkatkan pembelian dari pasar domestik.

    Selain itu, strategi peningkatan pasar domestik tersebut tidak diimbangi dengan system pengucuran kredit bagi sektor produksi riil. Bank masih sangat sulit mengeluarkan kebijakan kredit untuk produksi dan lebih mudah mengeluarkan kredit konsumsi. Kredit konsumsi dalam pemahaman saya cenderung beresiko lebih tinggi karena belum ada jalan keluar peningkatan pendapatan sehingga peluang terjadinya kredit macet menjadi sangat tinggi.

    Stretegi lain dalam sector riil yang akan dijalankan adalah mempercepat belanja pemerintah. Saya menangkap bahwa pemerintah berasumsi, dengan percepatan belanja akan menjaga pasar domestik tetap tinggi. Yang dilupakan pemerintah adalah perbandingan penggunaan belanja pemerintah yang lebih besar untuk belanja pegawai, bukan untuk pembangunan. Dalam jangka pendek memang konsumsi akan terjaga, tetapi dalam jangka panjang pemerintah harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi akibat pembangunan yang mandeg. Dan celakanya, biaya pembangunan ini diambil jalan pintas melalui utang luar negeri sehingga kita tidak mampu melakukan pembangunan secara mandiri.

    Seharusnya pemerintah lebih mengedepankan penguatan sector riil dalam bentuk pembukaan akses yang meluas. Dengan strategi ini, penyebaran peluang pendapatan menjadi lebih tinggi. Dalam jangka pendek ada beberapa peluang penguatan basis pendapatan masyarakat dalam sector pertanian dan tenaga kerja: pemberlakuan dengan segera PP Tanah Terlantar dan PP Reforma Agraria. Pemberlakuan dua kebijakan teknis ini akan meningkatkan basis produksi dan penghapusan pengangguran lebih dari 4 juta jiwa. Hal ini menurut saya lebih efektif ketimbang membuang APBN ke belanja pegawai yang lebih menjurus pada konsumsi dan bersifat jangka pendek.

    Di sisi lain, dari 5 strategi di atas nampak jelas jika pemerintah menempatkan pondasi ekonomi indonesia dibangun di atas ekonomi pasar uang dan saham. Sementara kita tahu bahwa sekalipun berbagai regulasi sudah diterapkan, pemerintah gagal mengerem prilaku spekulan, yang seringkali melakukan aksi jual/beli tidak berdasar analisa/data riil. Lebih parahnya lagi, spekulan-spekulan yang bermain tersebut tidak hanya spekulan Dalam Negeri, tetapi lebih didominasi spekulan asing.

    Karena itu, strategi menstabilkan pasar SUN dan Rupiah menurut hemat saya ibarat membuang garam di laut. Kita seharusnya belajar pada krisis ekonomi ‘98 maupun 2008, di mana daya tahan rupiah dan pasar saham kita seringkali goyah oleh serbuan spekulan asing.

    Sector keuangan sebagai factor ekonomi seharusnya ditempatkan sebagai pendukung dari model pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, dan sector produksi menjadi tumpuan utama pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan karakter Indonesia yang memiliki cadangan sumber daya alam yang sangat besar, sangat jauh berbeda dengan singapura, misalnya. Cadangan sumberdaya alam sampai saat ini dikelola dengan mengedepankan pajak sebagai pemasukan utama, imbasnya adalah keuntungan terbesar dari sumber daya alam tersebut tidak terserap oleh pemerintah.

    Kendala PP Reforma Agraria

    Tersedianya tanah Negara seluas 6 juta ha untuk menjadi objek land reform sungguh-sungguh merupakan berita gembira. Inisiatif BPN ini patut diapresiasi sebagai langkah yang berani untuk menerobos sekat-sekat politik di kementrian. Tetapi PP reforma agrarian sebagai “jumping” politik nampaknya masih harus diuji realisasinya. Selama ini kehutanan dan perkebunan, sebagai objek utama PP RA, sangat sulit melepaskan tanah-tanah untuk petani. Dengan berbagai alasan, kehutanan lebih mudah melepaskan asset untuk dijadikan lahan investasi dan kepentingan fasilitas Negara.

    Read More »

    Sapi hilang dari Pasar, Selanjutnya? – Aliansi Petani Indonesia

    Ketergantungan pasar daging indonesia pada pasokan import menyebabkan pasar sangat rentan dipermainkan. Dalam 2 minggu terakhir, tanpa alasan yang jelas tiba-tiba saja daging sapi hilang dari pasaran yang menyebabkan kenaikan tak terkendali, mencapai Rp100 ribu per kilogram.

    Antisipasi yang dilakukan kementan dengan cara menyediakan 22 ribu ton daging sapi dari tambahan pasokan tersebut sebanyak 17 ribu sapi, diambil dari asosiasi penggemukan sapi lokal dan sisanya sebanyak 5 ribu ekor sapi dipasok dari pusat peternakan sapi di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.

    Tindakan ini memang akan meredakan untuk sementara, tetapi jika dilihat dari konsumsi masyarakat
    Selama ini, konsumsi daging sapi per bulan ditaksir mencapai 7 ribu ton. Artinya, 22 ribu ton tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan daging sapi selama tiga bulan ke depan.

    Awal mula kisruh daging sapi dapat dilihat dari pelarangan (kuota) import sapi dari Australia. Pelarangan ini bertujuan untuk melindungi pasar sapi local sehingga mampu bersaing. Namun pasar yang dipegang oleh para pemain besar justru menyebabkan harga sapi local turun sekalipun harga daging sapi tetap dalam harga tinggi.

    Target swasembada sapi yang dicanangkan dapat tercapai pada tahun 2014 dapat dipastikan melemah apabila pemerintah tidak bisa mengendalikan pemain besar, mafia dan importer yang sangat terpengaruh dari target tersebut.

    Hal ini terjadi karena pemerintah tidak serius memperhatikan sector hulu, yaitu peternakan sapi, dan tidak memperhatikan secara serius kebutuhan sebenarnya dari konsumsi masyarakat. Kelemahan ini dimanfaatkan betul oleh mafia tata niaga sapi sehingga pemerintah kelimpungan ketika mereka melakukan manuver di pasar.

    Menurut data BPS, hasil sensus sapi potong menyebutkan bahwa populasi sapi lokal di Indonesia rata-rata 14,6 juta ekor per tahun. Jumlah tersebut berdasarkan cetak biru swasembada daging yang diklaim sudah mampu memenuhi kebutuhan lokal.

    Jika dilihat dari berita yang disampaikan Juli-Agustus, setelah pemerintah membuka kran 7.000 ton daging sapi import dengan asumsi kebutuhan untuk ritel dan restoran sangat kurang, yang juga lebih spesifik kebutuhan tersebut pada jenis CL85 dan CL65. Maka tidak terlihat krisis daging sapi akan terjadi pada bulan November. Hal ini terjadi karena, selain pasokan tambahan import, produksi sapi nasional juga terus tumbuh.

    Selain itu, kementan menginformasikan bahwa kebutuhan daging segar non industri surplus 20 ribu ton periode Juli sampai Agustus 2012. Sedangkan total kebutuhan dan produksi daging sapi periode Juli-Agustus 2012 berdasarkan catatan Kementan surplus 16.583 ton dengan kebutuhan 83.754 ton dan produksi 92.145 ton. “Jadi neraca donmestik daging sapi Juli-Agustus 2012 surplus 16.583 ton,”
    terlihat jelas bahwa kekuatan pasar sangat dominan sehingga neraca laporan pemerintah ini menjadi sia-sia, yang mengakibatkan masyarakat kembali dirugikan.

    dari berbagai sumber

    Read More »